Bijak Bermedsos dengan Tabayyun: Belajar Menahan Jemari demi Kebenaran

 

Ilustrasi: GeminiAI

Pernah nggak, kamu dapat pesan di grup WhatsApp yang bikin jantung berdebar dan tangan gatal pengin segera pencet tombol “share”? Kadang kabarnya terdengar meyakinkan, kadang bikin marah, sedih, atau terharu. Tapi setelah disebar, eh ternyata... hoaks. Rasanya malu, kan?


Di zaman medsos seperti sekarang, kecepatan jempol sering kali mengalahkan kecepatan akal. Informasi datang bertubi-tubi tanpa sempat kita cerna. Dalam situasi seperti ini, Islam sebenarnya sudah punya panduan klasik yang sangat relevan: tabayyun.



Apa Itu Tabayyun?


Secara bahasa, tabayyun berarti meneliti, memastikan, atau mencari kejelasan. Prinsip ini berasal dari firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 6:

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”


Ayat ini turun ketika terjadi salah paham antara Rasulullah SAW dan Bani Musthaliq. Ada seseorang yang membawa laporan tidak benar hingga hampir menimbulkan konflik. Maka Allah menegaskan: periksa dulu sebelum bertindak!


Itulah tabayyun — ajaran yang lahir 14 abad lalu, tapi justru semakin relevan di era “banjir informasi” sekarang.



Mengapa Tabayyun Penting di Dunia Medsos?


Media sosial membuat setiap orang bisa jadi “wartawan dadakan”. Sekali klik, berita menyebar ke ratusan bahkan ribuan orang. Masalahnya, tidak semua yang viral itu benar.


Hoaks tentang politik bisa memecah belah. Kabar bohong soal kesehatan bisa mencelakai. Fitnah terhadap seseorang bisa merusak nama baik dan menghancurkan kehidupan.


Di sinilah tabayyun berfungsi sebagai rem bagi jemari dan filter bagi hati. Ia menuntun kita untuk berpikir, memeriksa, dan menahan diri sebelum ikut menyebar suatu informasi.



Bahaya Jika Tak Mau Tabayyun


Bayangkan kalau semua orang langsung percaya dan menyebarkan apa pun yang lewat di berandanya. Dunia maya akan penuh dengan kebohongan yang dianggap kebenaran.

  • Reputasi orang bisa hancur karena fitnah.
  • Kepercayaan publik bisa runtuh, karena tak ada lagi yang tahu mana fakta dan mana fiksi.
  • Persaudaraan bisa retak, karena salah paham yang tak sempat diperiksa.


Dan yang paling berbahaya: dosa digital yang terus mengalir. Walau postingan sudah dihapus, jejaknya bisa tetap tersebar dan menimbulkan mudarat. Na‘udzubillah.



Cara Praktis Melakukan Tabayyun


Nggak perlu jadi pakar IT untuk bisa tabayyun. Cukup biasakan langkah-langkah sederhana berikut:

  1. Tahan jemari. Jangan langsung share, ambil jeda beberapa detik untuk berpikir.
  2. Periksa sumbernya. Siapa yang pertama kali mengunggah? Akun resmi atau anonim?
  3. Cek di media kredibel. Kalau berita besar, pasti sudah diliput media terpercaya.
  4. Gunakan logika dan adab. Kalau pun benar, apakah pantas disebarkan?
  5. Saring sebelum sharing. Jadikan tabayyun sebagai gaya hidup digitalmu.


Mari Bermedsos Secara Positif


Media sosial bukan musuh. Ia bisa jadi ladang pahala kalau kita gunakan untuk kebaikan. Sebarkan ilmu, inspirasi, kisah positif, atau sekadar senyum digital yang menenangkan hati orang lain.


Rasulullah SAW bersabda,

“Cukuplah seseorang disebut pendusta jika ia menceritakan setiap yang ia dengar.” (HR. Muslim)


Maka mari kita berhenti sejenak sebelum klik “share”. Bukan karena takut salah, tapi karena ingin benar-benar bertanggung jawab atas jejak digital kita.


Di era ketika jempol lebih cepat dari akal, tabayyun adalah rem yang menyelamatkan — bukan hanya dari dosa, tapi juga dari penyesalan. Jadi, yuk... mulai sekarang, tabayyun dulu sebelum sebar kabar!


/Tto

Berita Pilihan

Lebih baru Lebih lama