Menanam Kehidupan

Ilustrasi: Pixabay, Cartonized by CanvaAI

 Pernahkah kita membayangkan bumi tanpa hijau dedaunan? Tanpa pohon yang meneduhkan, tanpa padi yang melambai, tanpa bunga yang merekah di pagi hari? Dunia akan terasa kering, panas, dan sunyi. Tak ada lagi udara segar, tak ada burung yang bernyanyi, bahkan tak ada makanan untuk manusia dan hewan. Sebab, sesungguhnya, tanaman adalah nafas kehidupan di bumi.


Setiap helai daun yang bergoyang dihembus angin membawa oksigen untuk kita hirup. Setiap batang pohon yang tumbuh menopang keseimbangan alam. Tanaman bukan sekadar hiasan di halaman atau pelengkap taman kota, melainkan bagian penting dari sistem kehidupan. Bila tanaman hilang, maka kehidupan pun perlahan akan ikut punah.


Islam, sebagai agama yang memuliakan kehidupan, memberi perhatian besar terhadap alam. Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidaklah seorang Muslim menanam tanaman, lalu dimakan oleh burung, manusia, atau binatang, melainkan menjadi sedekah baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Bayangkan, menanam satu pohon saja bisa menjadi ladang pahala yang terus mengalir, bahkan setelah kita tiada.


Dalam riwayat lain, Nabi juga bersabda, “Jika kiamat terjadi sementara di tangan salah seorang di antara kalian ada bibit tanaman, maka tanamlah.” Begitulah indahnya ajaran Islam—menanam adalah simbol harapan dan keimanan. Kita diajarkan untuk terus memberi kehidupan, meski dunia seakan akan berakhir.


Bercocok tanam bukan hanya soal hasil panen. Ia menenangkan hati, menumbuhkan rasa sabar, dan melatih keikhlasan. Dari menanam, kita belajar bahwa rezeki tak datang seketika. Ada waktu untuk menanam, merawat, lalu menunggu dengan tawakal. Dan ketika tunas pertama muncul, hati pun ikut berbunga.


Bagi lingkungan, tanaman adalah penyembuh luka bumi. Ia menyerap karbon, memperindah pandangan, menyejukkan udara, dan menjadi tempat bagi makhluk lain untuk hidup. Sedangkan bagi masyarakat, menanam berarti menjaga ketahanan pangan, mengurangi ketergantungan, bahkan bisa menumbuhkan ekonomi keluarga.


Lalu, bagaimana kalau lahan kita sempit? Tak masalah. Mulailah dari hal kecil. Tanam cabai di pot bekas, kangkung di ember, atau daun bawang di botol air mineral. Gunakan lahan yang ada—balkon, teras, bahkan dinding rumah bisa menjadi taman vertikal. Siram setiap pagi, rawat dengan cinta, dan ajak keluarga ikut menanam. Selain menyegarkan rumah, kegiatan ini bisa menjadi sarana mempererat hubungan dan menumbuhkan rasa peduli terhadap alam.


Daripada hanya mengeluh udara panas dan harga sayur yang kian mahal, mengapa tidak kita mulai menanam sendiri? Satu pot kecil di rumah mungkin terlihat sederhana, tapi di mata Allah, itu bisa menjadi sedekah yang berbuah surga.

Karena setiap biji yang kita tanam hari ini, adalah doa untuk kesejahteraan hidup esok hari. 🌱


/Tto

Berita Pilihan

Lebih baru Lebih lama