![]() |
| Ilustrasi: Gemini |
Pernah nggak ikut acara keluarga besar, lalu ada yang sibuk cerita, “Kita ini cucu buyutnya si Fulan, dulu dia tokoh penting di kampung ini”? Atau pernah lihat orang bikin pohon keluarga panjang di grup WhatsApp keluarga?
Itu contoh betapa manusia memang suka menelusuri nasab atau garis keturunannya. Wajar, karena nasab itu bagian dari identitas diri. Tapi, dalam Islam, nasab punya aturan sekaligus adab.
Nasab Nabi Muhammad SAW
Rasulullah ﷺ lahir dari keluarga terhormat di Quraisy. Nasab beliau bisa ditelusuri jelas sampai ke Nabi Ibrahim AS. Ringkasnya begini:
Muhammad bin Abdulllah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Munah bin Ka'ab bin Lu'ai bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin llyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan.
Adnan itu keturunan Ismail bin Ibrahim a.s.
Jadi memang Nabi punya garis keturunan yang mulia. Tapi, menariknya, beliau tidak pernah menyombongkan diri hanya karena nasab. Beliau justru menegaskan, “Siapa yang lambat amalnya, nasabnya tidak akan mempercepatnya.” (HR. Muslim).
Artinya, nasab memang mulia, tapi penentu kemuliaan seorang manusia tetaplah iman dan amalnya.
Apa Itu Nasab?
Secara sederhana, nasab adalah hubungan kekerabatan yang terhubung melalui garis keturunan.
Kenapa Islam menaruh perhatian pada nasab? Karena:
- Menjaga hak waris agar tidak ada yang terdzalimi.
- Menentukan siapa saja yang termasuk mahram.
- Menjadi dasar untuk mempererat silaturahim.
- Membantu seseorang mengenali identitas dan asal-usulnya.
Jadi, nasab itu bukan cuma soal kebanggaan, tapi juga menyangkut syariat dan hukum.
Manfaat Mengetahui Nasab
Mengetahui asal-usul keluarga itu punya banyak manfaat:
- Menjaga silaturahim. Kita bisa tahu siapa kerabat yang wajib kita jaga hubungannya.
- Mengetahui identitas diri. Orang yang tahu dirinya anak siapa biasanya lebih percaya diri sekaligus lebih sadar akan tanggung jawabnya.
- Motivasi kebaikan. Kalau leluhur punya kebaikan, kita bisa jadikan teladan untuk ditiru.
- Mencegah kesalahan besar. Misalnya, agar tidak menikah dengan kerabat dekat yang dilarang dalam Islam.
Beberapa “Jangan” dalam Masalah Nasab
Kalau bicara nasab, ada beberapa hal yang harus diingat betul:
- Jangan mengaku-ngaku keturunan orang lain. Rasulullah ﷺ melarang keras menasabkan diri kepada selain ayah kandung. Itu dosa besar.
- Jangan menghina nasab orang lain. Tidak ada orang yang memilih lahir dari keluarga siapa. Merendahkan nasab orang lain sama saja merendahkan ciptaan Allah.
- Jangan mengagungkan nasab berlebihan. Boleh bangga kalau leluhur punya prestasi, tapi caranya dengan meniru kebaikan mereka—bukan sekadar menyombongkan darah keturunan.
- Jangan kira nasib tergantung nasab. Banyak orang dari keluarga sederhana yang jadi mulia karena usaha dan takwanya. Sebaliknya, ada juga yang berasal dari keluarga baik-baik tapi rusak karena amalnya sendiri.
Penutup
Nasab adalah anugerah dari Allah. Jangan jadikan nasab sebagai ajang sombong atau merendahkan orang lain. Jadikan ia sebagai pengingat: bahwa kita punya amanah untuk menjaga kehormatan keluarga, sekaligus membuktikan diri dengan amal nyata.
Kita tidak bisa memilih lahir dari keluarga siapa, tapi kita bisa memilih untuk berbuat baik. Jadi, syukuri asal-usul kita, hormati orang tua dan leluhur, dan jangan lupa—yang membuat mulia bukan siapa ayahmu, tapi seberapa besar ikhtiarmu.
/Tto
