![]() |
| Ilustrasi: Gemini |
Di zaman sekarang, godaan belanja itu kayak jebakan Batman—datangnya dari segala arah. Notifikasi diskon muncul tiap jam, toko online 24 jam siap menggoda, dan feed media sosial penuh pamer barang baru. Semua terlihat butuh dan penting, padahal sebagian besar cuma bikin kita lapar mata. Pertanyaannya: semua yang kita pengen itu beneran kita butuhkan, atau cuma keinginan yang lewat doang?
Bedain Dulu: Kebutuhan vs. Keinginan
Keinginan manusia emang nggak ada habisnya. Kadang cuma lewat depan toko, lihat tas atau sepatu yang lagi tren, tiba-tiba langsung pengen beli. Padahal di rumah masih ada yang kondisinya oke banget. Di sinilah kita perlu ngerem sejenak: ini kebutuhan, atau cuma rasa pengen?
Kebutuhan itu jelas: makan, minum, listrik, kuota, biaya sekolah, kesehatan, tempat tinggal—hal-hal yang kalau nggak dipenuhi bisa bikin hidup berantakan. Keinginan? Itu urusan gaya: gadget terbaru, sepatu edisi langka, nongkrong di kafe mahal, atau barang lucu yang ujung-ujungnya cuma jadi pajangan. Bahkan kalau duit kita cukup, penting banget tetap mikirin prioritas.
Keinginan yang Nyamar Jadi Kebutuhan
Yang lebih bahaya, keinginan sering banget pura-pura jadi kebutuhan. Misalnya, pengen ponsel baru biar keliatan up to date, atau beli baju branded biar nggak ketinggalan tren. Rasanya kayak butuh, padahal itu cuma tekanan sosial. Islam ngajarin kita buat muhasabah—merenung dan ngecek hati—biar nggak kebawa arus konsumsi yang cuma memuaskan gengsi.
Panduan dari Al-Qur’an dan Sunnah
Sebenernya, Islam udah kasih rambu biar kita nggak kelewat batas. Tujuan hidup kita bukan numpuk barang, tapi beribadah kepada Allah, kayak yang dijelasin di QS. Adz-Dzariyat: 56, “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”
Allah juga ngingetin, “Makan dan minumlah, tapi jangan berlebihan” (QS. Al-A’raf: 31). Pesannya simpel: nikmati rezeki, tapi jangan sampai kebablasan. Plus, di setiap rezeki yang kita punya, ada hak orang lain—zakat, sedekah, wakaf. Menyalurkan sebagian harta nggak cuma bantu orang lain, tapi juga ngebersihin hati dari sifat serakah.
Cara Praktis Biar Nggak Kebawa Nafsu Belanja
Teori doang nggak cukup, kita butuh trik yang gampang dipraktikkan. Coba mulai dari yang kecil:
- Tunda 24 Jam. Kalau pengen beli barang yang nggak masuk daftar kebutuhan, tahan dulu satu hari. Bisa jadi besoknya rasa pengen itu hilang.
- Buat Daftar Prioritas. Pisahin yang wajib (makan, listrik, zakat) sama yang tambahan. Bayar yang penting dulu, baru mikirin yang lain.
- Prinsip 80/20. Percaya deh, 20% barang biasanya udah cukup buat 80% kebutuhan kita. Sisanya? Bisa disedekahin atau dijual.
- Pisahin Rekening. Punya rekening khusus buat kebutuhan rutin bikin kita lebih gampang ngejaga pengeluaran.
- Cari Hiburan Lain. Lagi pengen belanja? Coba alihin ke hal lain: olahraga, baca buku, atau ikut kajian. Hati tetap happy, dompet aman.
Hasilnya Bikin Hidup Lebih Adem
Begitu kita fokus ke kebutuhan, banyak hal berubah. Keuangan lebih sehat, utang bisa dihindari, dan rumah terasa lega karena nggak penuh barang. Yang lebih penting, waktu dan energi bisa kita pakai buat hal yang lebih berarti: ibadah, keluarga, atau aktivitas yang bener-bener bikin berkembang.
Yuk Mulai Sekarang
Hidup minimalis Islami bukan berarti pelit atau anti gaya. Ini soal mengelola nikmat biar jadi berkah, bukan cuma memuaskan ego. Mulai aja dari hal kecil: cek isi lemari, sortir barang yang nggak kepakai, atau kurangi kebiasaan belanja online tanpa rencana.
Ingat, dunia ini cuma tempat singgah. Kita nggak akan bawa tas branded atau gadget terbaru ke akhirat—yang kita bawa cuma amal. Jadi, yuk latih diri buat fokus ke kebutuhan, nahan keinginan, dan salurin rezeki ke hal yang lebih bermanfaat. Karena kebahagiaan sejati bukan di seberapa banyak yang kita punya, tapi di kemampuan buat merasa cukup dan bersyukur.
/Tto
