Bermedsos Tanpa Ghibah, Yuk!

 

Ilustrasi: Gemini AI
Media sosial hari ini sudah menjadi bagian dari hidup kita. Setiap hari kita berselancar di antara status, foto, video, dan komentar. Tak jarang, jari terasa gatal untuk ikut menanggapi. Dunia digital terasa begitu akrab, seolah semua orang bisa tahu dan bicara tentang apa saja. Tapi di balik kemudahan berbagi itu, ada bahaya halus yang sering tak disadari: ghibah yang berpindah dari lisan ke layar.


Ghibah bukan sekadar membicarakan keburukan orang lain. Rasulullah SAW menjelaskan, ghibah adalah ketika engkau menyebutkan sesuatu tentang saudaramu yang ia tidak suka jika hal itu diketahui orang lain — meski hal itu benar adanya. Jadi, intinya bukan pada benar atau salahnya informasi, tapi pada ketidaksukaan dan ketidakseizinan orang yang dibicarakan. Di era media sosial, bentuknya bisa macam-macam: membagikan gosip selebriti, menyindir teman lewat story, memamerkan tangkapan layar chat pribadi, atau mengomentari kehidupan seseorang tanpa izin.


Yang awalnya hanya “berbagi info” bisa berubah jadi ghibah tanpa terasa. Padahal dampaknya besar. Secara spiritual, ghibah bisa menghapus pahala amal baik kita. Secara sosial, ia menimbulkan jarak, kecurigaan, bahkan permusuhan. Dan secara batin, hati menjadi gelisah—karena terlalu sibuk memperhatikan keburukan orang lain, bukan memperbaiki diri sendiri.


Lalu, bagaimana agar jempol kita selamat di dunia maya? Ada beberapa langkah sederhana. 

Pertama, tahan jari sebelum berbagi. Tanyakan pada diri sendiri, “Apakah orang ini rela kalau aku posting begini?” Lebih baik lagi, bila mau share suatu informasi mengenai seseorang, kita minta izin dulu kepada yang bersangkutan.

Kedua, jaga privasi orang lain sebagaimana kita ingin privasi kita dijaga. Bukannya sok secret, tapi kan memang ada bagian-bagian dari diri dan kehidupan yang ingin kita jaga dari pandangan orang lain. Everybody has their own privacy!

Ketiga, isi linimasa dengan hal baik: ilmu, inspirasi, dan doa. Forward nasihat para ulama atau para guru itu bagus. Atau mau belajar untuk menjadi penulis yang bisa menuliskan hal-hal baik secara benar dan menuliskan kebenaran secara baik? Ayuk kita bisa belajar bareng.

Keempat, yang juga penting: kalau hati sedang panas, lebih baik jeda dulu, jangan jadikan medsos tempat melampiaskan emosi.


Media sosial sejatinya adalah cermin diri kita. Dari sana orang mengenal siapa kita, apa yang kita pikirkan, dan bagaimana kita memperlakukan orang lain. Maka, mari jadikan dunia maya ini bersih dari ghibah. Gunakan jempol untuk menulis kebaikan, bukan menyebar keburukan. Karena apa yang kita ketik hari ini, kelak akan kita baca lagi di hadapan Allah. Yuk, bermedsos dengan etika, tanpa ghibah!

Berita Pilihan

أحدث أقدم