Musibah, Kesabaran, dan Kesadaran

Ilustrasi: CanvaAI


Akhir November lalu, terjadi musibah di P. Sumatera. Ada banjir bandang. Ada tanah longsor. Musibah ini melanda seidaknya 3 Provinsi/Daerah Istimewa: Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Aceh.


Berbagai Gambaran memilukan bis akita lihat di medsos: rumah-rumah hancur, infrastruktur rusak parah, warga mengungsi, dan sejumlah keluarga kehilangan orang-orang tercinta. Sampai 2 Desember 2025 dikabarkan 600 jiwa lebih tercatat meninggal dunia. Sungguh kehilangan besar bagi kita semua.


Mengamati hal-hal tersebut, kitab isa merenungi bahwa  musibah bukan sekadar peristiwa alam, tapi juga ujian yang mengguncang hati dan kesadaran kita.


Kesabaran: Respon Pertama Bagi yang Tertimpa Musibah


Bagi korban bencana yang langsung mengalaminya, respon pertama yang disyariatkan adalah sabar: menahan diri, tidak panik, tidak berburuk sangka kepada Allah dan berusaha menerima takdir yang telah dituliskan-Nya.


Sabar saat pertama terkena musibah memang sungguh berat, namun justru Rasulullah SAW menunjukkan bahwa disitulah letak kesabaran. Dengan demikian tentunya ada banyak hikmah dalam kesabaran ini. 


Sabar pada saat pertama ini adalah sikap jiwa orang-orang beriman yang membuatnya tetap tenang, kuat, dan bertahan. Sabar juga memberi ruang untuk bangkit, kemampuan melihat situasi secara jernih, lalu memulai langkah menghadapi kenyataan yang ada.


Kesadaran: Respon Lanjutan untuk Bangkit dan Mengatasi Masalah


Setelah fase sabar, hadir kebutuhan untuk sadar bahwa musibah membawa rangkaian masalah lanjutan yang harus diatasi. Banjir di belahan utara Sumatera pada akhir November lalu yang juga disertai tanah longsor di beberapa tempat ini, tentunya menimbulkan berbagai permasalahan.


Ada rumah-rumah tempat tinggal, rumah ibadah, sekolah dan berbagai bangunan lainnya yang hancur. Ada infrastuktur jalan dan jembatan yang terputus. Prasarana kehidupan seperti air bersih dan Listrik menjadi sangat terbatas. Sementara kebutuhan makan-minum, pakaian serta obat-obatan bagi penyintas yang terluka tetap harus dipenuhi.


Kesabaran di awal bencana menimbulkan kesadaran bahwa masalah-masalah yang ada harus segera ditanggulangi. Penanganan masalah pasca bencana butuh gerak cepat, perencanaan, dan gotong royong. Maka ketika para penyintas berada di titik nadir kemampuan bertahan untuk hidup, menjadi tugas kita yang tidak terkena bencana untuk membantu mereka.


Kesadaran Kolektif: Tanggung Jawab Kita yang Tidak Terdampak


Bencana dan berbagai permasalahannya bukan hanya urusan penyintas, masyarakat luas termasuk pemerintah Pusat dan Daerah justru punya tanggung jawab yang lebih besar untuk menyelesaikan permasalahan itu.


Bagi masyarakat umum, kesadaran sosial yang mencerminkan pengembanan tanggung jawab untuk ikut menanggulangi bencana diantaranya: Menjadi tenaga relawan, tenaga medis, logistik dan lain-lain; Berdonasi baik berupa dana maupun barang; Tidak dilupakan juga dukungan spiritual berupa doa-doa tulus yang dipanjatkan sepanjang siang dan malam.

 

Sekecil apa pun kontribusi dari masyarakat luas, akan tetap memiliki arti bagi para penyintas.


Kesadaran Pemerintah dan Pemangku Kebijakan


Pemerintah memiliki kewenangan strategis: menetapkan status darurat bencana, memobilisasi anggaran, menurunkan personel mulai dari BNPB sampai mengerahkan TNI dan Polri. Kebijakan yang cepat dan tepat adalah bentuk kesadaran bahwa penanganan bencana berkejaran dengan waktu. Tiap penundaan akan memperbesar jumlah korban dan memperpanjang penderitaan penyintas. Prinsip pentingnya adalah Jangan Sampai Menunda Pertolongan.


Penyintas membutuhkan makanan, obat, tempat tinggal, serta dukungan psikologis. Sementara kerusakan infrastruktur membutuhkan cara-cara inkonvensional untuk menyalurkan bantuan. Setiap detik sangat berharga. Semakin cepat masalah ditangani, semakin besar peluang keselamatan dan pemulihan. Maka untuk bencana banjir bandang dan tanah longsor di  Sumatera ini ada pemikiran untuk menjadikannya berstatus Bencana Nasional agar penanganannya bisa lebih baik. Semoga pemerintah bisa mempertimbangkan dengan sebaik-baiknya.


Waktunya Bergerak


Dengan kesabaran dan kesadaran bersama, musibah tidak lagi semata menjadi ujian, tapi bisa menjadi jalan menambahkan kebaikan dan menumbuhkan solidaritas.


Kini saatnya tiap-tiap diri membantu dengan apa yang dia mampu, terus peduli, dan tetap waspada. Mari kita sisipkan doa-doa terbaik dalam tiap munajat kita, untuk para korban bencana dan mereka yang berjibaku menolongnya.


Semoga Allah turunkan pertolongan bagi kita semua. Aamiin.


/Tto


Berita Pilihan

Lebih baru Lebih lama